- Tanggapan dan Jawaban Bupati Anambas Pandangan Umum RPJMD 2025-2029
- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
- Duta Besar Australia Lawatan ke Batam
- Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Batam Hadirkan Layanan Khusus Kelistrikan
- CIMB Niaga Gelar Festival Musik Sunset 2 Hari di Kebun TMII Jakarta
- PLN Batam Siap Laksanakan Kebijakan Tarif dari Pemerintah Mulai 1 Juli 2025
- Penemuan Batu Bata Bersejarah di Dapur Arang Batam
- Istri di Bengkong Polisikan Suami gegara Cabuli Putri Pertamanya Sendiri
Catatan Akhir Tahun 2021 PWI: Kekerasan Fisik dan Digital Terhadap Wartawan hingga Pilkada Serentak 2020
Kontribusi Media dalam Menghadapi Pandemi dan Ancaman Kebebasan Pers

Keterangan Gambar : Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari (kiri), bersama Sekjen PWI Pusat, Mirza Zulhadi (kanan). /PWI Pusat
KORANBATAM.COM - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengeluarkan catatan akhir tahun sebagai bentuk refleksi untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
Dalam rilis yang diterima redaksi, PWI menyoroti beberapa hal yang terjadi selama Tahun 2020 seperti merebaknya Covid-19 yang turut berimbas pada perusahaan pers dan para wartawan di Indonesia.
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, kekerasan fisik kepada wartawan yang masih terjadi seperti pemukulan, pengeroyokan dan perampasan alat kerja serta penghapusan paksa hasil liputan, yang dilakukan aparat penegak hukum maupun peserta demo.
Dalam keterangan tertulisnya yang ditandatangani oleh Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWI Pusat, Mirza Zulhadi, PWI juga menyoroti terjadinya kekerasan baru pada era digital saat ini terhadpa wartawan seperti doxing yakni membuka data pribadi wartawan dan keluarganya di media sosial. PWI terus menghimbau pelaku yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, seharusnya menggunakan hak jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, PWI menyesalkan terjadinya peretasan situs. Mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan hacker untuk membobol pertahanan website sebuah media atau meretas data pribadi wartawan. PWI berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi.
PWI mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang tetap menjaga kemerdekaan pers dengan berpedoman kepada UU No 40 tahun 1999 tentang Pers dan peraturan Perundang-undangan tentang pers lainnya, dalam menyelesaikan persoalan terkait kasus-kasus pers.
Indonesia yang secara perlahan mulai keluar dari krisis pandemi Covid-19 yang telah melanda 226 negara. Penanganan pandemi yang mengedepankan sisi kesehatan/keselamatan tetapi tidak meninggalkan aspek ekonomi, dinilai berdampak positif untuk menekan penyebaran wabah virus corona dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Total kasus per 1 juta penduduk di Indonesia, tercatat 15.341 orang atau 1,53 persen, jauh di bawah rata-rata dunia, yakni 36.550,8 orang atau 3,65 persen (sumber Worldometers, 30 Desember 2021).
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 tumbuh 7,07 persen secara year on year (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.
Tren positif penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia juga tak lepas dari peran pers dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan protokol kesehatan, mengikuti vaksinasi, dan menangkal informasi hoaks.
Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 menyatakan bahwa, 63 persen keberhasilan komunikasi program penanganan pandemi dipengaruhi pemberitaan media, khusus media arus utama (jurnalistik). Karena itulah, 3.030 wartawan kembali diikutkan dalam program Fellowship Jurnalisme Perubahan Perilaku (FJPP) kedua 2021.
Para peserta FJPP adalah wartawan yang telah kompeten atau memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Di Indonesia ada 17.970 wartawan yang dinyatakan kompeten dan 14.559 wartawan (81,01 persen) di antaranya mengikuti UKW yang diselenggarakan oleh PWI.
Peran pers selama tahun 2021 perlu ditingkatkan. Di satu sisi, pers mampu bahu-membahu dengan pemerintah untuk mengatasi keadaan-keadaan pandemi. Tetapi pada sisi lain, pers tetap mampu menjalankan fungsi kontrol sosial dan kritik kekuasaan secara proporsional dan beretika.
Kritik pers adalah unsur energizer yang penting agar pemerintah selalu terdorong untuk memperbaiki diri dan tidak terjebak pada sikap sewenang-wenang. Namun di sisi lain, pers perlu juga berkontribusi positip menciptakan suasana yang kondusif bagi pemecahan masalah-masalah bersama, seperti membangun sikap optimistis publik.
Meski memiliki kontribusi besar dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, ancaman terhadap kebebasan dan keberlangsung pers masih banyak terjadi pada tahun 2021.
Ancaman bisa dalam bentuk fisik, psikis, maupun secara virtual yang dapat datang dari masyarakat-sebagian besar para pemilik modal maupun pejabat atau aparatur negara.
Kasus penganiayaan terhadap wartawan Tempo, Nurhadi, yang tengah menjalankan peliputan oleh oknum polisi di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), adalah satu contoh konkret. Dua polisi terdakwa penganiaya telah dituntut 1 tahun 6 bulan.
Kekerasan terhadap wartawan tak hanya menyebabkan korban luka, tetapi juga kematian. Mara Salem Harahap (Marsal Harahap), Pemimpin Redaksi Lassernewstoday.com, ditembak, pada Sabtu (19/6/2021) lalu. Berdasarkan hasil penyidikan polisi, motif pembunuhan diduga karena kasus tanah.
Banyak juga wartawan yang mendekam di penjara karena pemberitaan. Penegak hukum sering menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menangani kasus pemberitaan.
Upaya untuk melindungi wartawan agar tidak terjerat UU ITE ini, sudah dilakukan dengan adanya Memorandum Of Understanding (MoU) tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan antara Ketua Dewan Pers dan Kapolri.
Sayangnya, MoU ini oleh sebagaian penegak hukum tidak dipatuhi. Menurut catatan PWI, ada beberapa wartawan yang dihukum penjara menggunakan UU ITE. seperti kasus Mohamad Sadli, dihukum 2 tahun penjara menggunakan UU ITE oleh Pengadilan Negeri (PN) Pasar Wajo akibat tulisannya berjudul Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap menjadi Simpang Empat.
Kemudian Ridwan alias Wawan, dihukum 8 bulan penjara, denda Rp5 juta juncto (Jo) subsider 2 bulan penjara oleh PN Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Selanjutnya Diananta Putra Sumedi, dihukum 3 bulan 15 hari oleh PN Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Berlanjut pada Mohammad Asrul, dihukum 3 bulan penjara oleh PN Palopo, Sulsel, karena dianggap mencemarkan nama baik pejabat di Palopo.
Dari semua kasus itu, Dewan Pers sudah menyatakan bahwa, karya tulis wartawan itu sebagai produk jurnalistik dan saksi ahli yang dihadirkan di persidangan juga menyatakan bahwa wartawan tidak dapat dipidana karena berita.
Meski demikian, harus diakui bahwa banyak berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) setelah sejumlah kasus pengaduan masyarakat ditangani Dewan Pers.
Dalam beberapa tahun terakhir, juga berkembang jenis-jenis kejahatan digital, seperti doxing, bulliying, dan hacking. Sasaran kejahatan adalah para wartawan yang kritis terhadap para pemegang kekuasaan.
Para pengancam kebebasan pers itu, dengan memanfaatkan platform digital atau media social yang berkembang masif pada era internet saat ini. Keberadaan internet yang melahirkan platform digital atau media sosial selain menjadi channel communication bagi masyarakat dan sarana distribusi konten bagi perusahaan pers, juga dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara serta masa depan pers itu sendiri.
Cantoni and Tardini (2006) menyebut, internet sebagai a double edged sword, pedang bermata dua. Banyak pers yang gulung tikar karena terdisrupsi perkembangan teknologi digital/internet.
Ini tantangan terhadap kebebasan pers ke depan. Negara harus hadir memberi perlindungan terhadap wartawan dan pers. Pemerintah perlu mempertimbangkan benar regulasi mengenai social media law untuk memberikan tanggungjawab yang semestinya untuk perusahaan platform media sosial global dalam mengendalikan konten-konten yang meresahkan dan memecah belah tersebut.
Tetapi, social media law jangan terjerumus pada regulasi berlebihan atau over regulation yang justru mereduksi segi segi positif demokratis dari fenomena media social yang oleh Geoff Livingston (2011) telah melahirkan kekuatan kelimat (fifth estate).
Bagaimana tantangan pers tahun 2022. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tahun 2022 akan ada 101 kepala daerah (tujuh Gubernur, 76 Bupati, dan 18 Wali Kota) yang habis masa jabatannya. Karena ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, ke-101 kepala daerah yang habis masa jabatannya itu akan diganti oleh pajabat karier yang ditetapkan oleh pemerintah yang akan menjabat sampai 2024.
Penjabat (Pj) atau pejabat sementara (Pjs) yang tidak dipilih langsung itu bisa menghadapi kendala dalam berhubungan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sehingga akan berdampak pada penyelenggaraan pemerintahan.
Pers harus benar-benar menunjukkan perannya sebagai pilar keempat demokrasi atau kekuataan keempat (fourth estate) sehingga kehidupan bernegara tetap berjalan sesuai UU dan konstitusi.
Pers juga tetap harus waspada terhadap berbagai perubahan lingkungan. Dampak pandemi Covid-19 yang telah menghantam kita selama hampir 2 tahun, tetap akan “memaksa”, industri media untuk terus beradaptasi dan mengadopsi digitalisasi.
Hal yang paling mudah dilihat adalah aktivitas pertemuan (meeting) yang tidak lagi dilakukan melalui tatap muka (face-to-face), melainkan menggunakan aplikasi Zoom, Google Meet, dan lain-lain. Bahkan, menurut McKinsey Global Survey, secara global, pandemi mempercepat digitalisasi interaksi pelanggan selama 3 tahun, dan di Asia Pasifik selama 4 tahun.
Disrupsi digital bagi industri media massa ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, industri media diuntungkan dari sisi biaya produksi yang murah. Di sisi lain, industri media sebagai penerbit dirugikan dari sisi monetisasi konten gratis oleh platform digital, padahal ada wartawan dan awak media yang telah susah payah membuat berita atau konten tersebut.
Tahun 2022, Analog Swicth of (ASO) dimulai. Siaran televisi digital dimulai secara bertahap dan siaran analog distop sehingga para pemain di televisi akan semakin banyak. Kalaulah sekarang ada 15 televisi untuk satu layanan maka ke depan bisa dikali enam. Minimal akan ada 72 televisi.
Tentu saja televisi yang banyak ini memerlukan konten yang banyak dan beragam yang bisa menjadi peluang buat reporter atau content provider. Tahun 2022 juga mulai diluncurkan Generasi Lima 5G Komunikasi. Artinya kecepatan dan kemampuan komunikasi nir kabel akan mengalami lompatan.
Bayangkan saja untuk download dan upload bisa 20 kali lebih cepat dibanding 4G. Perkembangan tekonologi komunikasi ini akan membuat media semakin meng-konvergen. Setiap perusahaan media akan memiliki tiga platform media sekaligus, yaitu siber, radio, dan televisi.
Tantangannya buat para wartawan ke depan adalah kemampuan multi-tasking. Wartawan harus serbabisa: teks, gambar/video, dan audio. Kompetensi menulis, mengambil gambar/video, dan merekam audio harus dimiliki sepenuhnya oleh wartawan.
Posisi wartawan juga berubah karena konten berita sangat ditentukan oleh selera konsumen. Di samping itu, adanya mesin pemeringkat, menyebabkan popularitas mengalahkan kualitas jurnalisme.
PWI bersama Dewan Pers sedang mencari format model bisnis media yang sesuai dengan era digital saat ini dan tetap mengedepankan good journalism. Seri diskusi telah diselenggarakan secara berkala dan puncaknya akan dibahas dalam Konvensi Media Massa yang digelar pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sulteng), Februari 2022. Rekomendasi konvensi akan diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi).
Jakarta, 30 Desember 2021
PWI Pusat
(***)