- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
- Duta Besar Australia Lawatan ke Batam
- Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Batam Hadirkan Layanan Khusus Kelistrikan
- CIMB Niaga Gelar Festival Musik Sunset 2 Hari di Kebun TMII Jakarta
- PLN Batam Siap Laksanakan Kebijakan Tarif dari Pemerintah Mulai 1 Juli 2025
- Penemuan Batu Bata Bersejarah di Dapur Arang Batam
- Istri di Bengkong Polisikan Suami gegara Cabuli Putri Pertamanya Sendiri
- 106 KK Terdampak Rempang Eco-City Telah Tempati Rumah Baru di Tanjung Banon
Penemuan Batu Bata Bersejarah di Dapur Arang Batam

Keterangan Gambar : Tim Ahli Cagar Budaya Batam bersama CPNS Museum Raja Ali Haji, Sekretaris Kelurahan Sei Pelunggut dan sejarawan Wahyu Tero Primadona berfoto di depan batu bata bersejarah di bangunan Dapur Arang, Kampung Dapur 12, Sagulung, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (25/6/2025). /Disbudpar Batam
KORANBATAM.COM - Tim Ahli Cagar Budaya Batam bersama Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Museum Raja Ali Haji, Sekretaris Kelurahan Sei Pelunggut dan sejarawan Wahyu Tero Primadona menemukan sejumlah batu bata bersejarah di bangunan Dapur Arang, Kampung Dapur 12, Kecamatan Sagulung, Batam, Kepulauan Riau pada Rabu (25/6/2025).
Bangunan yang diduga sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) ini, diperkirakan berdiri sejak tahun 1930 silam sebagai pusat produksi arang, menyimpan artefak berupa batu bata bermerek yang mengungkap jejak sejarah perdagangan regional.
Batu bata yang ditemukan mencakup merek Nanyang, Alexandra, Goh Bee dan Hock Ann serta produk lokal Batam Brickworks.
Khususnya, batu bata bermerek Nanyang, yang diproduksi oleh Nanyang Brick Works di Singapura sekitar 1950-1974 menjadi sorotan karena menunjukkan hubungan perdagangan antara Batam dan Singapura pada masa itu.
Bata Nanyang, dengan ukuran 22 cm x 8,5 cm x 7,5 cm dikenal luas diekspor ke wilayah Semenanjung Asia, termasuk Batam, sebagaimana bata bermerek Alexandra (23,3 cm x 10,5 cm x 7,5 cm), Goh Bee (22 cm x 10,5 cm x 7 cm), dan Hock Ann (24 cm x 11 cm x 7,5 cm).
Penemuan ini memperkuat nilai historis Dapur Arang sebagai bukti aktivitas industri arang dan produksi bata di Batam, yang berperan dalam perdagangan internasional hingga akhir 1980-an.
Bangunan Dapur Arang sendiri, yang terletak di pesisir dekat Pulau Dangsi, menunjukkan tanda-tanda pelapukan dengan dinding berlumut, rumput liar dan material campuran seperti batako.
Meski demikian, keberadaan batu bata bersejarah ini menegaskan peran Kampung Dapur 12, yang juga dikenal sebagai Kampung Atok Itam dalam sejarah maritim dan industri regional.
Menurut Wahyu Tero Primadona, batu bata ini bukan hanya artefak, tetapi juga cerminan hubungan ekonomi dan budaya antara Batam, Singapura dan Malaysia.
“Bata Nanyang dan lainnya adalah bukti nyata bagaimana Batam menjadi bagian dari jaringan perdagangan global pada masanya,” ucapnya melalui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam, Ardiwinata kepada KoranBatam, Kamis (26/6).
Makam Atok Itam, yang masih terawat, turut memperkaya narasi sejarah kawasan ini.
Tim berencana melanjutkan penelitian untuk mendokumentasikan temuan ini dan mengusulkan perlindungan status cagar budaya bagi Dapur Arang.
Batu bata bersejarah ini, dengan nilai historis dan estetikanya, berpotensi menjadi koleksi museum atau elemen dekorasi dalam proyek restorasi bangunan klasik.
Masyarakat diimbau untuk mendukung pelestarian situs ini demi menjaga warisan sejarah Batam.
(iam)