- Deputi Bidang Investasi dan Pengusahaan BP Batam Ditunjuk Komisaris Utama Taspen
- Kepala BP Batam Lantik dr Tanto sebagai Direktur RSBP Batam
- BP Batam-Pelaku Usaha Perkuat Sinergi Regulasi JPT lewat FGD
- Samsat Anambas Beri Diskon ke Masyarakat yang Bayar Pajak
- Tanggapan dan Jawaban Bupati Anambas Pandangan Umum RPJMD 2025-2029
- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
- Duta Besar Australia Lawatan ke Batam
- Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Batam Hadirkan Layanan Khusus Kelistrikan
PWI Pusat Minta Usut Tuntas Oknum Polisi Pelanggar Kemerdekaan Pers

Keterangan Gambar : Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S Depari. (Foto : istimewa)
KORANBATAM.COM, JAKARTA - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyayangkan tindakan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap para jurnalis yang meliput unjuk rasa penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker).
Padahal, wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya tersebut, dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari mengatakan, Undang-Undang Pers berlaku secara Nasional untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI), bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pers.
“Pers bekerja, berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Di mana, pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” jelas Atal dalam siaran pers, pada Jumat (9/10/2020).
Karenanya, pihak manapun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.
“Dalam Peraturan Dewan Pers, diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh,” tegas Atal S. Depari.
Atal mengatakan, jika wartawan yang meliput aksi protes Undang-Undang Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik, maka, seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum. Maka tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti UU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers.
“Perbuatan para oknum polisi itu, bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers tapi, juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Tegasnya, ini merupakan pelanggaran sangat serius,” ujarnya.
Untuk itu, PWI Pusat meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Drs. Idham Azis, M.Si, untuk mengusut tuntas dan segera melakukan langkah-langkah hukum terhadap oknum polisi yang sudah menghambat, menghalangi tugas wartawan dengan melakukan perusakan, perampasan, dan penganiayaan kepada wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja.
“Termasuk memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan tersebut,” kata Atal.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWI Pusat, Mirza Zulhadi menambahkan, kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari PWI-PWI di daerah, hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa Provinsi lainnya.
“Kami mengimbau pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan, bagaimana seharusnya menghadapi pers. Sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi,” tutup Mirza.
Sumber: Humas PWI Pusat/PR