- Kredit Macet, Kooperatif, Pengeroyokan dan Damai: Debitur di Batam Ini Malah Digugat Leasing Adira Finance ke Pengadilan
- Setelah Dubes Australia, Saatnya Uni Emirat Arab Kunjungi Batam
- Deputi Bidang Investasi dan Pengusahaan BP Batam Ditunjuk Komisaris Utama Taspen
- Kepala BP Batam Lantik dr Tanto sebagai Direktur RSBP Batam
- BP Batam-Pelaku Usaha Perkuat Sinergi Regulasi JPT lewat FGD
- Samsat Anambas Beri Diskon ke Masyarakat yang Bayar Pajak
- Tanggapan dan Jawaban Bupati Anambas Pandangan Umum RPJMD 2025-2029
- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
Ribuan Buruh Demo Tolak Omnibus Law

Keterangan Gambar : Ribuan Buruh saat menggelar aksi demo tolak RUU Omnibus Law di depan Kantor Wali Kota Batam dan DPRD Batam, Senin (2/3). (Foto : Humas Polresta Barelang)
KORANBATAM.COM, Batam – Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, kembali turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa mendatangi Kantor Wali Kota Batam dan DPRD Batam, Senin (2/3).
Mereka meminta pemerintah daerah dan DPRD Batam menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan, dan menetapkan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) tahun ini.
Para buruh ini tergabung dalam Aliansi Buruh Batam Bergerak dari 12 serikat pekerja yang ada di Kota Batam seperti PT Mc Dermott, PT NOV Profab dan lainnya. Buruh kembali menyuarakan aspirasi dan tuntutan mereka terkait atas penolakan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Adapun poin-poin dalam Omnibus Law tersebut meliputi, upah minimum, pemutusan hubungan kerja, pekerja kontrak, serta jam kerja.
Koordinator Aliansi Buruh Bergerak Batam, Syaiful Badri mengatakan bahwa pihaknya bukan menolak investasi yang masuk ke Kota Batam, akan tetapi ada hak-hak pekerja yang harus dipenuhi pengusaha atau perusahaan.
"Di dalam RUU Omnibus Law itu akan menghapus dan merubah beberapa aturan seperti pesangon, jam kerja, tenaga kerja asing (TKA), kontrak kerja dan lainnya,” ujar Syaiful Badri.
Pihaknya juga sudah membahas dan melakukan kajian terhadap draf peraturan tersebut dan sepakat untuk menolak hal-hal yang merugikan hak para pekerja.
"Jangan ada aturan yang merugikan hak pekerja. Kami minta sikap tegas dari pemerintah dan DPRD Batam,” kata Syaiful Badri.
Penolakan Omnibus Law bukan hanya kali ini saja. Di beberapa daerah di Indonesia melakukan gelar aksi yang sama untuk turun ke jalan menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau Cilaka.
Sementara itu, di Batam sendiri, setidaknya sudah tiga kali buruh menggelar aksi yang sama turun ke jalan. Mereka meminta agar aspirasinya disampaikan ke pemerintah pusat dan mengurungkan niat Omnibus Law Cipta Kerja untuk diundangkan kembali pasalnya justru memperberat buruh itu sendiri.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam Mochamat Mustofa mengatakan pihaknya komitmen untuk menindaklanjuti aspirasi pekerja dengan mengirimkan surat penolakan RUU Omnibus Law klaster Ketenagakerjaan ke DPR RI dan pemerintah pusat.
“Berarti kan yang menjadi tuntutan para buruh sekarang ialah pencabutan klaster Ketenagakerjaan dan bukan RUU Omnibus Law secara keseluruhan,” ujar Mochamat Mustofa kepada KORANBATAM.COM, Rabu (4/3/2020).
Dikatakannya, terkait UMSK, pihaknya sudah beberapa kali meminta Disnaker untuk memanggil pengusaha dan mengundang mereka agar hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) di kantor DPRD Kota Batam.
“Dengan ketidakhadiran pengusaha dalam RDP nanti, mungkin akan jadi inisiasi DPRD Kota Batam untuk mengusulkan ranperda agar pengusaha hadir setiap pembahasan UMKS dan memberikan sanksi,” tutupnya. (iam)