- Tanggapan dan Jawaban Bupati Anambas Pandangan Umum RPJMD 2025-2029
- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
- Duta Besar Australia Lawatan ke Batam
- Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Batam Hadirkan Layanan Khusus Kelistrikan
- CIMB Niaga Gelar Festival Musik Sunset 2 Hari di Kebun TMII Jakarta
- PLN Batam Siap Laksanakan Kebijakan Tarif dari Pemerintah Mulai 1 Juli 2025
- Penemuan Batu Bata Bersejarah di Dapur Arang Batam
- Istri di Bengkong Polisikan Suami gegara Cabuli Putri Pertamanya Sendiri
Azmi Syahputra: Hukuman Mati Tidak Harus Korupsi di Atas 100 Miliar

Keterangan Gambar : Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra. /net
KORANBATAM.COM, JAKARTA - Hukuman mati terhadap tersangka korupsi telah diatur di dalam Undang-Undang (UU), sehingga dengan demikian tidak perlu dipatok bahwa tersangka korupsi harus merugikan negara sebesar Rp100 miliar, baru dihukum mati.
Hal ini disampaikan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, perihal dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) agar koruptor Rp100 miliar dihukum mati.
“Aturan ini sudah ada dalam UU, dan sangat jelas ketentuan serta syaratnya. Jadi tidak perlu lagi membuat klausula baru bagi koruptor secara matematik berdasarkan jumlah uang, misal dengan usulan bila korupsi 100 miliar dituntut hukuman mati. Ini tidak akan efektif, akal-akalan saja dan cendrung tidak berguna,” ujar Azmi dalam keterangan tertulisnya, dilansir dari rmol.id, Rabu (23/3/2022).
Karenanya, kata dia, tidak boleh ada kompromi bagi pencolong uang negara apalagi, termasuk bagi oknum pejabat yang mencuri uang haknya orang miskin.
Azmi menegaskan bahwa, demi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat, jangan pernah ada kompromi buat koruptor, dengan tidak lagi memberikan celah keringanan atau ruang kemudahan termasuk diskon hukuman pada pelaku tindak pidana korupsi.
Sebab, menurut Azmi, jika masih saja membuat kebijakan atas kondisi bangsa yang darurat korupsi ini diberi ruang keringanan atau tawar-menawar akan membuat ruang aparat hukum atau pejabat “tergoda”, untuk korupsi.
“Sehingga penegakan hukum menjadi lemah cendrung tidak berkualitas lagi dan menghilangkan rasa tanggungjawab pemimpin serta berdampak terhadap masyarakat yang semakin tidak percaya pada kualitas penegakan hukum,” ujarnya.
Dengan begitu, Azmi mengatakan, kalau menginginkan Indonesia bersih dan sistem tata kelola birokrasi kedepan lebih baik, maka perlu melakukan perubahan yang besar dalam pemidanaan terhadap koruptor karenanya sikat habis dan miskinkan koruptor, sebab dampak korupsi ini berbahaya buat kepentingan nasional.
“Jadi penegak hukum termasuk DPR harus konsisten terhadap undang-undang yang sudah ada, sejak lebih dari dua puluh tahun menentukan sanksi bagi koruptur dapat dituntut pidana mati,” kata Azmi.
(rmol.id/PR)