- Pengurus Dokumen dan Penginapan 4 PMI Ilegal ke Kamboja di Bengkong Batam Diupah Rp120 Ribu Per Kepala
- Disbudpar Pimpin Klasemen Sementara Perolehan Mendali pada HUT Korpri ke-54 Pemkot Batam
- Batam Sea Eagle Boat Race 2025: Pertandingankan 2 Katagori Umum dan Instansi
- Batam-Singapura Bahas Kelanjutan Kerja Sama Kawasan Industri Berkelanjutan
- PermanaNET Siap Dorong Inovasi Digital, Konektivitas Pintar dan Kolaborasi Strategis menuju Batam Smart City 2026
- Macan Bengkong Gagalkan Pengiriman 4 Calon PMI Ilegal di Batam, 1 Pengurus Ditangkap
- Tingkatkan Tata Kelola Kelembagaan, BP Batam Susun Strategi Pencapaian Maturity Rating dan Operasionalisasi BIOS
- SWARA Batam Gelar One Day With SWARA, Cetak Talenta Muda Mahir Public Speaking
- PLN Batam Laksanakan Program BPBL Berbagi Cahaya Wujudkan Harapan dan Menebar Berkah
- Pertamina Sumbagut Jalin Sinergi dengan Kejati Kepri
Diwarnai Adu Mulut, Eksekusi Rumah di Rosedale Batam Berujung Batal 
 
		
	
Keterangan Gambar : Penampakan ketegangan saat proses eksekusi rumah di Blok E2 Nomor 3, Perumahan Rosedale Batam, Teluk Tering, Batam Kota, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (16/10/2025) siang. /iam/KoranBatam
KORANBATAM.COM - Pengosongan rumah mewah di Blok E2 Nomor 3, Perumahan Rosedale, Kelurahan Teluk Tering, Kecamatan Batam Kota, Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berujung batal, Kamis (16/10/2025) siang.
Eksekusi berlangsung dramatis yang diwarnai adu mulut dan nyaris bentrok ini karena dinilai prosesnya cacat hukum. Pemohon dianggap memaksakan eksekusi, padahal sertifikat yang mereka gunakan sudah habis masa berlakunya.
Aparat kepolisian dari Polsek Batam Kota serta Polresta Barelang yang dikerahkan untuk meminimalisir potensi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) justru menarik diri setelah menemukan kejanggalan serius atas rumah yang hendak disita ternyata memiliki dua sertifikat berbeda.
Pantauan di lapangan, tiga unit mobil derek disiagakan dan tim sita dari Pengadilan Negeri (PN) Batam bersiap membacakan surat eksekusi. Tapi suasana berubah panas begitu penghuni rumah yang berstatus tergugat, menolak tindakan tersebut.
“Kalian mafia semua! Rumah ini tidak pernah dijual kepada siapapun, kenapa mau disita?” teriak Gunter, salah satu ahli waris yang sejak 1993 silam tinggal di rumah itu. Ia berdiri di depan pagar, menghadang petugas yang mencoba masuk.
“Kami PL-nya jelas, bubar-bubar,” ucap pria bertopi mengenakan kemeja merah kotak-kotak.
Meski dihadang, Yanti (petugas pengadilan) tetap melanjutkan pembacaan surat eksekusi, didampingi Panitera Agus Erwin Harahap. Tetapi, langkah itu langsung digugat secara terbuka oleh Kuasa Hukum Tergugat, Nasib Siahaan.
“Ini cacat hukum. Sertifikat penggugat sudah tidak berlaku, dan tidak memiliki bukti UWTO. Klien saya punya semua dokumen lengkap, termasuk UWTO yang aktif sampai 2040,” ucapnya.
Ketegangan memuncak ketika mobil derek mulai diarahkan ke mobil milik penghuni rumah. Polisi yang melihat kekisruhan kemudian meminta jeda untuk memeriksa ulang dokumen kedua pihak.
Hasilnya, dokumen yang dibawa penggugat tidak sah secara administratif. Polisi pun menilai eksekusi tidak bisa dilanjutkan dan memilih mundur dari lokasi.
“Jangan benturkan polisi dengan masyarakat. Kalau ini masalah perdata, selesaikan dulu di pengadilan,” geram salah seorang polisi di lokasi.
Menurut Nasib, tindakan eksekusi ini tergolong prematur. Dugaan praktik mafia tanah semakin kuat setelah diketahui bahwa rumah tersebut sebelumnya dibeli penggugat dari seorang kurator di Jakarta, sementara objek yang dimaksud masih dikuasai oleh keluarga tergugat.
“Rumah ini tidak pernah diperjualbelikan, ini jelas permainan. Sebelum bicara sita eksekusi, penggugat harus buktikan dulu sertifikatnya di pengadilan. Jangan sampai lembaga peradilan dijadikan alat mafia tanah,” tegasnya.
Informasi yang diperoleh di lapangan, tanggal 29 Oktober mendatang akan berlangsung sidang.
(iam)
 







.gif)











 
			










