- Pengurus Dokumen dan Penginapan 4 PMI Ilegal ke Kamboja di Bengkong Batam Diupah Rp120 Ribu Per Kepala
- Disbudpar Pimpin Klasemen Sementara Perolehan Mendali pada HUT Korpri ke-54 Pemkot Batam
- Batam Sea Eagle Boat Race 2025: Pertandingankan 2 Katagori Umum dan Instansi
- Batam-Singapura Bahas Kelanjutan Kerja Sama Kawasan Industri Berkelanjutan
- PermanaNET Siap Dorong Inovasi Digital, Konektivitas Pintar dan Kolaborasi Strategis menuju Batam Smart City 2026
- Macan Bengkong Gagalkan Pengiriman 4 Calon PMI Ilegal di Batam, 1 Pengurus Ditangkap
- Tingkatkan Tata Kelola Kelembagaan, BP Batam Susun Strategi Pencapaian Maturity Rating dan Operasionalisasi BIOS
- SWARA Batam Gelar One Day With SWARA, Cetak Talenta Muda Mahir Public Speaking
- PLN Batam Laksanakan Program BPBL Berbagi Cahaya Wujudkan Harapan dan Menebar Berkah
- Pertamina Sumbagut Jalin Sinergi dengan Kejati Kepri
Wakil Kepala BP Li Claudia Sampaikan Kendala FTZ ke Presiden Prabowo 
Minta Tinjau Regulasi yang Hambat Investasi di Batam 
		
	
Keterangan Gambar : Wakil Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Li Claudia Chandra
KORANBATAM.COM - Wakil Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Li Claudia Chandra menyampaikan sejumlah kendala dalam penerapan konsep Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Free Trade Zone atau FTZ kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, dalam upaya mendorong kemudahan investasi di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Dalam pertemuan yang berlangsung baru-baru ini, Li Claudia menyoroti tumpang tindih regulasi yang berpotensi menghambat arus investasi di wilayah strategis tersebut.
Ia menegaskan bahwa, Batam sebagai FTZ seharusnya memiliki keistimewaan tersendiri dalam implementasi kebijakan.
“Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas, Batam tidak boleh dibebani aturan-aturan yang justru bertentangan dengan semangat FTZ. Banyak kebijakan saat ini justru menambah kompleksitas birokrasi,” ujarnya.
Salah satu contoh yang disampaikan adalah Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 Tahun 2005, yang mengatur pelimpahan kewenangan penetapan hak atas tanah.
Aturan ini, menurutnya, menambah rantai birokrasi karena kini proses tersebut memerlukan tanda tangan Menteri ATR/BPN, bukan lagi cukup di tingkat kepala kantor.
“Dulu penetapan hak atas tanah bisa diselesaikan di level lokal. Sekarang harus menunggu dari pusat. Ini tidak sejalan dengan semangat FTZ,” tegas Li.
Ia juga menyinggung persoalan dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang dinilai turut mempersulit percepatan realisasi investasi di daerah.
Melalui dialog tersebut, Li berharap pemerintah pusat dapat memberikan perhatian lebih serius terhadap penyesuaian kebijakan yang mendukung iklim investasi yang kondusif.
Hal ini pun sejalan dengan visi Presiden Prabowo dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penyederhanaan birokrasi dan penguatan daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
“Jika regulasi disesuaikan dengan kebutuhan kawasan, kami percaya Batam dapat berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya. (*)
 







.gif)











 
			










