- Deputi Bidang Investasi dan Pengusahaan BP Batam Ditunjuk Komisaris Utama Taspen
- Kepala BP Batam Lantik dr Tanto sebagai Direktur RSBP Batam
- BP Batam-Pelaku Usaha Perkuat Sinergi Regulasi JPT lewat FGD
- Samsat Anambas Beri Diskon ke Masyarakat yang Bayar Pajak
- Tanggapan dan Jawaban Bupati Anambas Pandangan Umum RPJMD 2025-2029
- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
- Duta Besar Australia Lawatan ke Batam
- Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Batam Hadirkan Layanan Khusus Kelistrikan
Pemanfaatan Ikan Napoleon Melalui Budidaya di Kabupaten Anambas dan Natuna

Keterangan Gambar : Budidaya lokal pembesaran ikan Napoleon di dalam keramba jaring apung oleh Nelayan setempat. (Foto : istimewa)
KORANBATAM.COM, BATAM - Ikan Napoleon menjadi salah satu jenis ikan karang ekonomis penting dan termasuk ikan demersal yang hidup di ekosistem terumbu karang perairan Indonesia. Negara tujuan utama ekspor yaitu Hongkong dan Tiongkok.
Nilai ekspor rata-rata ikan ini mencapai sekitar Rp475.000,- per kilogram (Kg) sepanjang Maret 2017 hingga Agustus 2019, dengan rentang nilai ekspor antara Rp 42.000,- hingga Rp 2.240.000,- per kg.
Harga tinggi menyebabkan tekanan penangkapan tinggi, sehingga berdampak pada populasi yang semakin hari semakin menurun. Kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan Napoleon di alam akibat dari perdagangan Internasional. Maka pada tahun 2004, Conference of Parties (CoP) 13 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) menetapkan ikan napoleon masuk di dalam daftar Appendiks II.
Indonesia telah meratifikasi CITES sejak tahun 1978, melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 43. Oleh karena itu, Indonesia wajib memenuhi ketentuan yang telah disepakati bersama di dalam konferensi tersebut. Padahal, bila dikaji lebih jauh pola perikanan napoleon di Kepulauan Riau memiliki keistimewaan dan keunikan yang tidak dijumpai di daerah lain di Indonesia bahkan di dunia.
Khususnya, pola perikanan napoleon yang ada di perairan Kabupaten Kepulauan Anambas dan Natuna yang menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat disana. Hal itu digambarkan dari kemampuan nelayan dan pembudidaya lokal yang telah mengembangkan teknologi pembesaran ikan Napoleon di dalam keramba jaring apung selama 30an tahun.
Pengetahuan yang mereka miliki dapat disebut sebagai pengetahuan ekologi tradisional/lokal (traditional/local ecological knowledge, TEK/LEK). Masyarakat Natuna menyebut ikan Napoleon dalam bahasa lokal dengan nama mengkait atau ketipas.
Kedua nama tersebut memiliki makna yang berbeda jika dihubungkan Etnotaksonomi. Sebutan mengkait ditujukan untuk morfologi ikan Napoleon yang berukuran besar 3000 gram yang sudah memiliki warna tubuh biru kehijauan dengan bagian depan kepala mulai terlihat ada tonjolan.
Sebutan ketipas ditujukan untuk ikan Napoleon yang berukuran kecil 3000 gram, dengan warna tubuh yang masih kecoklatan dan belum memiliki tonjolan di kepala. Pengetahuan ini juga dimiliki oleh nelayan di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Selain itu, hasil wawancara dengan nelayan di luar dua kabupaten tersebut, diketahui bahwa, hanya nelayan di Natuna dan Anambas yang mampu mengidentifikasi anakan ikan Napoleon dan habitatnya. Kegiatan pemeliharaan anakan ikan napoleon hingga berukuran layak jual berawal dari Anambas sekitar pertengahan 1980an.
Kegiatan pemanfaatan ikan napoleon di Kabupaten Natuna merupakan perpaduan antara komponen perikanan tangkap dan komponen perikanan budidaya. Perikanan tangkap digambarkan dari kegiatan penangkapan anakan ikan Napoleon di alam.
Sedangkan perikanan budidaya digambarkan dari kegiatan pembesaran anakan ikan Napoleon hingga berukuran layak jual. Selanjutnya, ikan yang sudah berukuran layak jual tersebut diekspor dengan tujuan utama adalah Hongkong.
Oleh : Juan Kevin Tampubolon, Mahasiswa UMRAH